Sejak tahun 2015, masyarakat Indonesia masih belum sadar telah memasuki pangsa persaingan globalisasi lingkup Asia Tenggara bertajuk ‘Masyarakat Ekonomi Asean atau lebih dikenal MEA’. Sejumlah pertanyaan hingga sikap pro dan kontra muncul terkait persiapan nusantara menghadapi MEA.
Universitas Bandar Lampung (UBL) akan mengulas reaksi tersebut dalam bentuk Talkshow Tingkat Nasional bertemakan MEA: Peluang atau Ancaman?? yang akan diselenggarakan pada tanggal 6 Februari 2016 mendatang di Aula Gedung M, Kampus Dra. Hj. Sri Hayati Barusman UBL. Namun sebelumnya, UBL telah memiliki beragam pendapat terkait kesiapan kampusnya menghadapi MEA. Seperti yang ditegaskan Rektor UBL, Dr. Ir. M. Yusuf. S. Barusman M.B.A., bahwa sejak tahun 2013, UBL telah menyiapkan kampusnya menghadapi pasar bebas berlevel Asean. Rektor UBL juga mengungkapkan bahwa mengenai kualitas, Sumber Daya Manusia (SDM) Lampung telah mampu bersaing ditingkat Asean. Salah satunya terlihat dari keterlibatan Sivitas Akademika UBL untuk mengikuti study exchange ke berbagai perguruan tinggi asing lain termasuk kampus ranah Asean seperti Thammasat University, Burapha University, Sripatum University (Thailand), dan International Islamic University Malaysia. “Mahasiswa dan Dosen Pengajar UBL dapat menjadi salah satu contoh di Lampung karena telah siap menghadapi MEA. Sivitas akademika UBL memiliki kecakapan akademis yang mumpuni dan sertifikasi keahlian sehingga siap berkarya secara nyata,” terang Rektor UBL. Lebih lanjut, Rektor UBL juga menyebut bahwa sejak awal perkuliahan hingga lulus, kampus solution for present and future ini membekali sertifikasi keahlian berstandar global selain ijazah akademik, sehingga turut memperkuat dan mempermudah akses ketika bergelut di dunia kerja, khususnya ditengah persaingan berlevel Asean. “Masyarakat Indonesia harus mampu berkompetisi dengan masyarakat Filipina, Thailand, Malaysia dan sepenjuru Asia Tenggara lain. Kualitas juga harus diiringi dengan semangat bersaing sehingga mutu SDM tercapai. Masyarakat Lampung harus menjadi tuan rumah di kampung halaman, karena yang menang berkompetisi ialah yang mampu bersaing melalui kualitas diri,” tegasnya. Disisi lain, Wakil Rektor UBL Bidang Akademik, Dr. Ir. Hery Riyanto, M.T., ikut memberikan saran terkait persiapan menghadapi MEA dan dihubungkan dengan bidang akademik. Dirinya mengungkapkan bahwa UBL selalu menerbitkan output lulusan yang siap berdaya saing di tingkat global. Bahkan, Hery berani mengklaim wisudawan UBL memiliki dua poin keunggulan akademik. Pria yang juga Dekan Fakultas Teknik (FT) UBL itu menyebut yang pertama menyangkut kompetensi materi maupun praktek di bidang keilmuan yang kuat. Langkah tersebut didukung dengan upaya kampus melalui update kajian keilmuan berikut informasi-informasi pendukung terbaru yang menunjang kegiatan akademik. Hal itu juga diikuti dengan terus memperbaharui metode belajar yang berorientasi pada dunia kerja. “Langkah itu kami lakukan agar para mahasiswa setelah lulus nanti memiliki bekal yang bernilai tambah (kompetensi),” terangnya di ruang kerja, Gedung Rektorat, Kampus Drs. H. RM Barusman UBL, Selasa (26/1/2016). Selain itu, langkah pembenahan juga terus dilakukan UBL dengan menggalakkan perubahan kurikulum yang tak hanya disesuaikan dengan standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), perubahan metode pembelajaran dan pengajaran, memperbanyak pembekalan pada mahasiswa hingga terus menambah aplikasi praktikum yang diimplementasikan dengan melakukan kunjungan lapangan (fieldtrip) yang terangkum melalui Sistemika Pembelajaran Kontekstual Learning (SPKL). “Melalui metode ini, mahasiswa kita tidak menjadi ‘katak dalam tempurung’ dan terbiasa melihat metode pembelajaran terbaru. Sehingga mahasiswa dapat mengikuti perkembangan dunia (terkini) melalui implementasi pendidikan tinggi. Hal ini telah kami lakukan di 6 (enam) fakultas dan 12 (dua belas) program studi,” akunya. Lulusan UBL lebih unggul dan lebih memahami aplikasi lapangan. Lulusan konfensional hanya matang di teori, namun pada prakteknya tidak menyelesaikan masalah. SPKL terbukti mensinkronkan antara aplikasi ilmu lapangan dan teori. Tak hanya itu, untuk faktor kedua, UBL rutin menggiatkan regulasi komunikasi berbahasa asing. Karena MEA akan melibatkan interaksi lintas negara, budaya dan bahasa antar negara. ”Kita harus berinteraksi dengan orang asing termasuk di kawasan Asean, dengan bahasa asing penyatunya (Bahasa Inggris). Di lingkup UBL, tiap mahasiswa harus terbiasa berbahasa Inggris dan mempelajari culture (budaya) masyarakat Asean, sehingga kita bisa masuk dalam sistem (kekerabatan) mereka,” tukasnya. |
Share