Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah II Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel) mengharapkan peran Universitas Bandar Lampung (UBL) untuk turut mengawal pengembangan sistem regulasi pendidikan tinggi dan keberadan Perguruan Tinggi abal-abal di Provinsi Lampung bahkan nasional. Pasalnya, publik masih khawatir terkait merebaknya sistem pendidikan tinggi dan keberadaan perguruan tinggi abal-abal tersebut.
Hal itu ditegaskan Koordinator Kopertis Wilayah II, Prof. Dr. Diah Natalisa, M.B.A., disela kunjungan kerjanya bersama UBL ke Kantor Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara (Pemkab Lampura), belum lama ini. Himbauan ini diserukan Diah bukan tanpa alasan, dirinya menganggap UBL sebagai Perguruan Tinggi Swasta tertua di Provinsi Lampung dan salah satunya di Sumatera yang mampu mengimplementasikan diri serta mengajak kampus lain untuk turut mengawal dan mengawasi masalah ini. “Selain itu, jumlah Perguruan Tinggi yang tersedia bagi publik cukup tinggi, namun tidak terkontrol dan tidak melaporkan keberadannya ke otoritas pusat. Dampaknya, keberadaan kampus yang azas legalitasnya tidak diakui negara itu mengakibatkan keberadaan sistem pendidikan tinggi maupun kampus tersebut bisa dianalogikan sebagai kampus abal-abal,” terang Diah. Terlebih, keberadaan kampus abal-abal itu terus menyusup diantara keberadaan Perguruan Tinggi legal. Dan hingga bulan Desember 2015 di bawah Nomenklatur Kemenristekdikti, total perguruan tinggi di Indonesia berjumlah 3099 kampus dengan 121 PTN dan 2978 PTS. Guru besar Ilmu Ekonomi Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan ini menjelaskan saat ini ada 14 Kopertis perwilayah, termasuk wilayah II yang menaungi Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Kepulauan Bangka belitung. Dalam laporan Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Kemenristekdikti, Kopertis II saat ini membina 215 PTS termasuk 79 PTS di Lampung. Kesemua berbentuk Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, maupun Politeknik. Sedangkan, Rektor UBL, Dr. Ir. M. Yusuf. S. Barusman, M.B.A., mengaku siap menjalankan amanah yang dibebankan Koordinator Kopertis Wilayah II tersebut. Yusuf menganggap pentingnya pengawalan kampus abal-abal ditengah gonjang-ganjingnya di publik. Bahkan, persoalan ini mendapatkan penegakan ketat dari Menristekdikti, Prof. H. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak. hingga diulas terus diberbagai media. “Kampus abal-abal menyelenggarakan pendidikan tingginya dengan tidak memiliki status hukum yang jelas. Alhamdulillah hingga kini langkah kami (UBL) ini mendapat sambutan baik dari masyarakat Lampung dan nasional,” jelasnya. Rektor UBL juga antusias potensi kampus abal-abal di Lampung sangat minim. Karena dunia pendidikan tinggi di Sai Bumi Ruwa Jurai sangat konsern pada kualitas, akreditasi, izin operasional, aspek legalitas, kelaziman sistem operasional, ketaatan azas proses pembelajaran yang ada hingga terus berkembangnya koneksi kampus di level internasional. Termasuk terjaganya reputasi kampus, terdaftarnya para lulusan, terlihat prestasi kinerjanya hingga memiliki jaringan kuat alumni di dunia kerja. “Kita juga berharap publik tidak mudah terpengaruh ‘jargon dan keunggulan kampus’ apalagi tidak terdaftar di laman Dikti. Melalui laman tersebut, masyarakat bisa melihat cantuman akreditasi institusi maupun program studi serta kampus-kampus yang sedang bermasalah karena tidak memenuhi berbagai persyaratan aktifnya. Saya harap publik tidak mudah terbuai dengan ‘propaganda kampus” yang menjamin kemudahan, dan kemurahan. Dipastikan kampus itu bermasalah,” tukasnya. |
Share