Masih rendahnya eksplorasi pengembangan strategi bisnis di Sentra Industri Keripik Bandar Lampung, membuat Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bandar Lampung (FEB-UBL) antara lain; Ardansyah S.E., M.M., Sapmaya Wulan S.E., M.M. dan Hepiana Patmarina S.E., M.M., menginisiasi Focus Group Discussion (FGD) persoalan tersebut terutama sebagai pendukung perekonomian lokal.
Kegiatan yang dilaksanakan di ruang meeting Gedung Rektorat, Kampus Drs. Hi. RM. Barusman, Selasa (5/4) ini juga dihadiri antara lain Dekan FEB UBL, Dr. Andala Rama Putra Barusman, S.E., MA.Ec., Dekan Fakultas Teknik UBL, Dr. Ir. Hery Riyanto, M.T., perwakilan Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UBL yakni Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Dr. Ida Farida, M.Si., dan Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, Drs. Suwandi, M.M.
FGD ini terasa kian bermakna karena turut menghadirkan narasumber dari stakeholder lintas sektoril di tingkat Provinsi Lampung diantaranya Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBe) maupun Asosiasi Pengusaha Holtikultura (Aspehorti) Lampung, Sucipto Adi, yang menaungi Pengusaha Sentra Keripik Bandar Lampung serta Kepala Urusan Kemitraan bagian TJSL PTPN VII, Ahmad Riyadi, Koordinator PKBL Wilayah Telkom Lampung, Suwanto, Kepala Divisi Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Bank Indonesia Lampung, Anindata Taher dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lampung, Herlina Warganegara.
Maupun stakeholder di tingkat pemerintah daerah lokal (pemdalok) Kota Bandar Lampung seperti Anggota Komisi II DPRD Kota Bandar Lampung, Lukman Hardi, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Kabid Dishub) Kota Bandar Lampung, Iskandar, Perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Riyani serta Wakil dari Dinas Koperasi dan UMKM (Diskop UMKM), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Diperindag) Bandar Lampung.
Ketua Koordinator Tim Peneliti Sentra Keripik UBL, Ardansyah S.E., M.M., menegaskan latar belakang penelitian yang berlanjut adanya FGD itu berawal dari peran Sentra Keripik Bandar Lampung yang memiliki fungsi strategis perekonomian lokal. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan timnya dalam beberapa tahun terakhir, faktor lingkungan internal dan eksternal penghanbat eksistensinya.
“Dapat digambarkan dari proses pembuatan masih konvensional, dari sisi pemasaran demikian, bussiness govertnya perlu dikembangkan, tampilan dan packaging produk sangat sederhana, neraca keuangan tidak tersusun rapi, akses pengusaha masih terbatas, belum ada trayek angkutan umum, kesulitan lahan parkir, arus lalu lintas yang padat, hingga belum efektif pengembangan koperasi naungan. Termasuk peluang dan ancaman yang menyertai bisnis ini sebagai basis ikon kota,”ujarnya.
Dekan FEB UBL, Dr. Andala Rama Putra Barusman, S.E., MA.Ec., berpendapat, pengembangan sentra keripik memilki kelemahan yakni mulai rendahnya atensi dan implementasi pengusaha lokal terhadap support pemda.
“Disamping itu masih ada peluang (yang bisa dimanfaatkan) dari pangsa pasar (lokal market) yang besar, berada dilokasi sangat strategis, ada peluang pasar keluar negeri dengan berdagang online, adanya aturan permudahan pemberian modal pendukung UMKM dari Bank Indonesia sebesar 20 persen,”ujarnya.
Tak hanya itu dari sisi inovasi, variasi, standarisasi produk maupun packing kemasan masih stagnan,lalu pengembangan usaha kurang memiliki modal, hingga distribusi serta tempat penjualan tidak memadai.”Hal itu juga harus melewati proses persaingan ketat dengan kompetitor semakin eksis dan memiliki posisi pasar yang kuat, hingga juga berhadapan dengan invasi produk luar yang dikenal luas publik,”papar pria yang juga Direktur Eksekutif Yayasan Administrasi Lampung (YAL) ini.
Sedangkan, Hery Riyanto memberikan pemikiran pengembangan sentra industri kripik di Gang PU Bandar Lampung bisa mencontoh peran pemda Kota Bandung yang membangun dan mengembangkan Cibaduyut sebagai sentral sepatu dan kulit. Dia berharap Gang PU tidak hanya sentra penjualan kripik tapi juga asesoris, souvenir bagi para wisatawan. Sehingga bisa menjadi ikon kota Bandar Lampung.
“Tapi agar itu terjadi penuhi dulu ketersediaan lahan parkir, terutama untuk kendaraan besar. Tak hanya itu, toko kripik yang menempel dibahu jalan jelas mengganggu Dishub Bandar Lampung. Perlu ada juga pelebaran jalan di Gang PU sekitar 5-6 meter, karena jalan ini lintas dari Way halim ke Pringsewu dan sebaliknya. Tak hanya itu, agar semakin berkembang (ramai) usaha izin pembuatan toko kripik dipermudah dan diakomodir pihak pemda setempat,”saran pria yang juga Wakil Rektor I bidang Akademik UBL ini.