fbpx

Akademisi Universitas Terbaik Sumbagsel UBL Jadi Pemateri Diseminasi Hasil Kajian Tematik dan NSPK Layanan Bahasa dan Hukum

Di era modern saat ini, semua kegiatan manusia sudah terhubung atau minimal bersentuhan dengan teknologi. Hampir bisa dipastikan setiap individu dalam rutinitas kesehariannya lebih banyak menghabiskan waktu untuk memeriksa gawai, bermain, menonton film, atau sekadar mencari informasi di internet dan melihat perkembangan dunia melalui media sosial.

Dalam ranah hukum, perkembangan teknologi dan hadirnya media sosial ikut menjadi bagian yang perlu untuk diperhatikan. Selain maraknya tindakan kriminal, pelanggaran hukum yang sebelumnya lebih banyak dalam bentuk tindakan atau ucapan, berubah menjadi tulisan seiring berkembangnya teknologi dan hadirnya media sosial.

Banyak orang yang merasa bebas untuk mengekspresikan diri dengan menulis komentar atau pendapat di media sosial. Media sosial seakan menjadi dunia tersendiri bagi mereka.

Rasa bebas ini kemudian membuat banyak orang orang lupa bahwa mereka hidup di dunia, di mana aturan hukum, etika, dan segala ucapan, tindakan, maupun tulisan memiliki konsekuensi terhadap diri mereka.

Kebanyakan orang menganggap bahwa dunia media sosial adalah dunia lain. Tempat di mana mereka bisa bebas berpendapat, menyatakan pikirannya, bahkan membuat pernyataan yang sebetulnya tidak elok atau tidak tepat tanpa memperhitungkan bahwa tindakannya bisa merusak hubungan atau memprovokasi orang lain.

Sejak media sosial hadir, pemerintah berusaha mencegah agar wadah baru ini tidak menjadi wadah yang bisa menjadi tempat orang bertengkar, berbohong, menghina, dan menghasut.  Kehadiran Undang-undang ITE sebetulnya merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kekacauan di media sosial. Meski UU ini memang perlu untuk diperbaiki dan terus disempurnakan.

Pemberitaan kerap kali mengabarkan banyak sekali kasus hukum terkait dengan pencemaran nama baik, hinaan, hasutan, ataupun penghinaan, bahkan ancaman terhadap orang lain dilakukan di media sosial menggunakan bahasa yang provokatif.

Berbeda dengan obrolan atau percakapan yang dilakukan secara langsung, di mana kita bisa mengetahui ekspresi lawan bicara apakah ia bergurau atau serius, tulisan yang ditulis bisa menimbulkan kesalahpahaman jika dibaca oleh orang lain dalam kondisi emosionalnya sedang terganggu.

Meski kosakata atau diksi bahasa yang kita gunakan dalam tulisan tidak kasar atau masih dalam batas wajar, bisa jadi orang yang melihat atau membaca tulisan status media sosial tersebut dalam kondisi sedang pusing akan merasa tulisan itu seakan memojokkan atau menyindir dirinya. Sehingga pertikaian pun bisa terjadi.

Menyikapi maraknya kasus hukum yang terjadi dan ditangani oleh para penegak hukum yang memiliki kaitan dengan bahasa dan perlunya peran ahli bahasa dalam ruang lingkup hukum, Kamis, 25 November 2021, bertempat di Hotel Harris Vertu Harmoni, Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melaksanakan Diseminasi Hasil Kajian Tematik dan NSPK (norma, standar, prosedur, dan kriteria) Layanan Bahasa dan Hukum.

Dalam sambutan pembukaan mewakiliki Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang pagi ini berhalangan hadir untuk membuka kegiatan, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek, Muh. Abdul Khak, menyampaikan bahwa saat ini dalam media sosial banyak sekali peristiwa yang memiliki kaitan dengan bahasa, misalkan ujaran kebencian, hoaks, perundungan dan implikasinya semua itu masuk ke ranah hukum. Kondisi itu semakin diperparah dan semakin gaduh dengan hadirnya para pendengung .

Melihat kondisi seperti ini, Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra berupaya memberikan kontribusi dengan menghadirkan layanan bahasa dan hukum.

Koordinator Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Bahasa dan Hukum, Saefu Zaman, dalam pengantarnya menyatakan kegiatan diseminasi ini akan dilanjutkan di beberapa provinsi agar temuan ini bisa diketahui oleh banyak pihak dan mendapatkan tanggapan dari masyarakat.

Kegiatan berlanjut dengan sesi materi dari Kompol Saeful Anwar dari Polres Jakarta Pusat. Dilanjutkan dengan materi dari Akademisi Universitas Bandar Lmapung, Susanto, S.S., M.Hum., M.A., Ph.D. yang membahas persoalan linguistik forensik.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbudristek, E. Aminudin Aziz, dalam sesi materi menyampaikan pentingnya untuk terus mengembangkan model-model layanan bahasa dan hukum. Kegiatan ini dihadiri 100 peserta yang terdiri dari penegak hukum (polisi), guru, dosen, dan mahasiswa.

Ada tujuh judul kajian yang dipaparkan pada diseminasi hari ini, yaitu:

1. Kajian Dialektika Media Sosial Berdampak Hukum di Indonesia

2. Kajian Prosedur Penyidikan Perkara Bahasa Hukum Pidana

3. Kajian Kebinekaan Masyarakat Multilingual

4. Kajian Kebutuhan Pangkalan Data Forensik Kebahasaan

5. Kajian Tingkat Pemahaman Penegak Hukum dan Masyarakat terhadap Pasal Ujaran Kebencian

6. Kajian Evaluasi Kepuasan Penerima Layanan Ahli Bahasa dalam Ranah Hukum dari Badan  Bahasa dan Balai/Kantor Bahasa

7. Kajian Analisis Kebutuhan Layanan Kebahasaan Ranah Hukum di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Judul-judul kajian di atas dilaksanakan oleh Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra bersama UPT (Balai dan Kantor Bahasa). Dari tujuh judul kajian, telah dihasilkan empat judul NSPK, yaitu:

1. NSPK Pengembangan Laboratorium Forensik Kebahasaan

2. NSPK Layanan Ahli Bahasa Ranah Hukum

3. NSPK Sertifikasi Ahli Bahasa Ranah Hukum

4. NSPK Kode Etik Ahli Bahasa Ranah Hukum

Tags:

Related posts: