BANDAR LAMPUNG – Rektor UBL M Yusuf S Barusman didapuk menjadi narasumber seminar online nasional kerja sama Gerakan Bersama Kita Kuat (GEMA TAAT), Jaringan Alumni Luar Negeri (JALAR) dan Gerakan Bagimu Negeri (GBN) dalam rangka peringatan Hari Lahir Pancasila, dengan mengulas tema “Menjaga Identitas Bangsa di Era Globalisasi”, Senin (1/6/2020).
Seminar ini juga menghadirkan pembicara lainnya, di antaranya Hariyono selaku Wakil Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Juliana Sutanto selaku pengajar di Lancaster University, Inggris, serta budayawan Eros Djarot.
Ada beberapa undangan, yakni Dirjen IKP Kementerian Kominfo Widodo Muktiyo yang berkesempatan membuka acara ini, Mochammad Fadjroel Rachman selaku juru bicara Presiden Joko Widodo, Ketua Dewan Pengawas LPP RRI Mistam serta puluhan peserta seminar lainnya.
Dalam seminar ini, Hariyono menyampaikan terkait Hari Lahir Pancasila yakni 1 Juni sesuai dengan ucapan Bung Karno di dalam pidatonya bahwa Pancasila selain alat untuk mempersatukan bangsa kita, juga mengajak supaya terjadi perubahan transformasi mental dan jati diri dari sebuah manusia nusantara bermental inlander menjadi manusia yang merdeka dan berdaulat.
“Jati diri adalah sebuah nilai yang luhur yang harus diperjuangkan sehingga sebagai sebuah konstruksi sosial, dan hanya bisa ditempuh dengan jalan yang tinggi yang artinya jalan yang penuh dengan refleksi yang mana harga diri dan martabat bangsa itu dipertaruhkan,” kata Hariyono.
“Maka dalam kaitannya dengan tatanan nilai global, jati diri kita dalam tatanan bangsa ini adalah kebangsaan yang sifatnya indusif, yang artinya kita juga tidak menjadi negara yang memandang rendah negara lain tetapi juga tidak menjadi rendah diri,” lanjutnya.
Hariyono menambahkan, sejak 75 tahun Pancasila dikumandangkan oleh Bung Karno, ironisnya jati diri bangsa kita belum maksimal ke arah yang lebih baik.
Maka harapannya mulai saat ini jangan ada lagi memperebutkan identitas kebangsaan.
“Tidak peduli apa agama anda, ras, suku, aliran kepercayaan, maupun politik, dan lainnya jangan lagi memperebutkan identitas kebangsaan. Kita adalah sesama bangsa Indonesia, yang mana memiliki posisi yang sama,” tambahnya.
Sementara itu, Yusuf Barusman mengungkapkan terkait bagaimana menjadi bangsa yang menguasai iptek.
Berbicara mengenai teknologi tidak hanya tentang penguasaan yang nanti membawa pada dampak ekonomi, sosial dan budaya, tetapi juga karena adanya perubahan peradaban.
“Oleh karena itu kita juga harus bisa terdepan dalam hal ini, seperti di tengah pandemi Covid-19 ini dapat memicu kita untuk mempercepat penguasaan teknologi. Kita juga harus jauh lebih maju lagi dalam berpikir, dan mendesain ulang kebangsaan kita,” kata Yusuf.
“Memikirkan hal-hal sedetail mungkin agar berani dan ofensif kepada bangsa yang lain dalam arti bangsa yang unggul punya lawan di bidang tertentu yang kita unggulkan,” sambungnya.
Sedangkan Juliana Sutanto menyinggung terkait permasalahan penggunaan media sosial dalam menunjukkan identitas bangsa.
Perkembangan teknologi saat ini menyajikan sangat banyak pilihan-pilihan untuk berkomunikasi.
Namun dengan adanya pilihan-pilihan tersebut justru berkembang kearah begitu banyaknya orang yang menyuarakan identitasnya mereka secara pribadi yang menjauh dari isi sila ke-3 Pancasila.
“Banyaknya pilihan dalam berkomunikasi justru membuat orang-orang menyuarakan identitas mereka kearah memecah persatuan bangsa,” kata Juliana.
“Jadi adanya perkembangan teknologi ini, menurut saya sangat penting sekali pendidikan dasar terkait Pancasila di Indonesia direvitalisasi, agar anak-anak muda nantinya mampu menggunakan teknologi ke arah persatuan Indonesia,” pungkasnya.